«Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku. Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik. Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi aku tidak melihat seorangpun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus. Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta. Kemudian aku pergi ke daerah-daerah Siria dan Kilikia. Tetapi rupaku tetap tidak dikenal oleh jemaat-jemaat Kristus di Yudea. Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya (Gal 1:13-23).»
6. “Kristus Kepala Tubuh”[1]
Dalam surat kepada jemaat di Kolose dan juga di Efesus, Paulus sebagai tambahan untuk membaha lagi masalah yang disampaikan dalam surat kepada jemaat di Roma dan Korintus – secara khusus mengenai komunitas umat beriman yang membentuk “satu tubuh,”[2] bahwa “Jemaat adalah Tubuh Kristus”[3] dan bahwa umat Kristen adalah “anggota-anggota Kristus”[4] dan anggota-anggota satu bagi yang lain[5] - mengembangkan unsur lain dari kiasan tubuh manusia: Kristus, Kepala Jemaat.
Epafras, “kawan pelayan yang (Paulus) kasihi, yang bagi (jemaat) adalah pelayan Kristus yang setia”[6] dan seorang asli Kolose,[7] memulai dengan meyakinkan Paulus bahwa jemaat di Kolose pada dasarnya baik-baik saja.[8] Namun, dia juga menyampaikan bahwa ada beberapa pewarta yang membingungkan jemaat Kolose dengan pengajaran yang keliru, hampir sesat.
Paulus menyebut pengajaran mereka sebagai “filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia.”[9] Orang-orang Kolose suka memikirkan dunia malaikat-malaikat, yang disebut pléroma (“kepenuhan”), yang dilihat sebagai tingkatan perantara antara Allah yang tidak kelihatan dengan benda-benda kelihatan. Mereka juga suka membuat teori tentang hubungan pléroma ini dengan Kristus.
Untuk mengekang kecendrungan ini dalam pemikiran teologis dan, terutama untuk meluruskan beberapa pernyataan yang dapat membawa orang kepada kesesatan, Paulus menggunakan surat ini untuk menyampaikan beberapa dasar pengajarannya tentang Kristus.
Paulus menunjukkan bahwa Kristus adalah prinsip dan tujuan dari segala ciptaan,[10] kepala dari tubuh yang adalah Gereja,[11] satu-satunya pendamai antara umat manusia dengan Allah,[12] sebagai kepala tempat semua anggota dari Tubuh dapat berhubungan secara langsung.[13]
Secara khusus, Paulus menyatakan bahwa Kristus, karena Ia memiliki kepenuhan keilahian, adalah Kepala dari setiap Kerajaan dan Kekuasaan, yaitu, dari para Malaikat yang disebut diatas. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pengajar-pengajar palsu dari Kolose, yang menyatakan bahwa para malaikat adalah pengantara antara manusia dengan Allah, menyepelekan kepengantaraan Kristus yang satu-satunya.[14]
Karena umat Kristen di Kolose disatukan dengan Kristus, mereka ikut ambil bagian di dalam kepenuhan-Nya; mereka “penuh’ dengan-Nya.[15] Dalam Kristus, mereka memiliki semua berkat rohani dan semua kesempurnaan.[16] Maka seharusnya mereka tidak perlu lagi mencari sumber perwahyuan lain atau pengantara lain selain Kristus.
Mengenai gelar “kepala” (kephalé), kata ini seolah-olah hanya mengungkapkan martabat kekuasaan Kristus. Paulus menyatakan: “Dia dibangkitkan dalam kemuliaan dan kekuasaan diatas semua Kuasa dan Kerajaan.” Dalam hal ini, sebutan kepala tidak menunjuk kepada tubuh manusia dan kepada semua unsur kehidupan yang dibawanya. Istilah itu hanya mau menunjukkan kesamaan kata “diatas.” Gambaran ini mau menunjukkan kekuasaan Kristus yang mengatasi segala Kuasa dan Kerajaan. Hal yang sama juga tampak ketika Paulus menyatakan bahwa laki-laki adalah kepala isteri dan Allah adalah Kepala Kristus.[17]
Mungkin hal ini baik disadari ketika membaca pernyataan ini: “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.”[18] Dalam konteks ini juga ide yang utama adalah keunggulan Kristus,[19] alasan dari keunggulannya adalah karena “kepenuhan” ilahi yang tinggal dalam diri Kristus.[20]
Tentu saja keunggulan itu bukan satu-satunya arti dari kata “kepala” dalam Surat Kolose. Dalam penggunaannya arti kepala sebagai unsur kuasa dengan mudah bergeser ke arti kepala sebagai prinsip kehidupan dari seluruh tubuh. Kristus sebagai kepala dan sebagai prinsip kehidupan dari seluruh tubuh digunakan untuk menekankan seruan Paulus untuk berpegang teguh “kepada Kepala dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.”[21]
Paulus melihat kepala sebagai prinsip kesatuan yang melekat dan berkembang untuk keseluruhan tubuh dan untuk tiap-tiap bagiannya. Terpisah dari kepala, badan menjadi mati dan dengan segera membusuk.
Tulang dan sendi-sendi tulang menyatukan kepala dengan tubuh, demikian juga syaraf, otot-otot, urat daging dan tulang rawan. Karena kesatuan diantara mereka dengan Kristus dan Kepala dengan anggota-anggotanya adalah satu dan sama, demikian juga keterpisahan dari Kristus sama dengan menghukum diri sendiri kepada ketidakberdayaan dan kematian.
Dalam hal ini, orang-orang Kolose yang menjadi korban dari “kesombongan yang sia-sia,”[22] pergi mencari seorang pengantara dan tuan yang lain, meninggalkan Kristus sang Kepala, yang darinya semua anggota Tubuh menerima kahidupan dan kekuatan untuk mengikat tulang dan sendi-sendi tulang.
Paulus tidak secara jelas menjelaskan simbol “tulang dan sendi-sendi tulang” dalam Surat Kolose. Tetapi dalam Surat Efesus dia mengembangkan lebih lanjut perumpamaan ini, menyamakan mereka dengan saluran-saluran komunikasi ilahi – para rasul, nabi, penginjil, gembala dan pengajar.[23] Dalam hal ini, masuk akal juga untuk disimpulkan bahwa ungkapan “tulang dan sendi-sendi tulang” yang digunakan dalam Surat Kolose menunjuk pada berbagai karunia yang diberikan Allah untuk tiap pribadi.
Sejajar dengan pemakaian Paulus atas kiasan Kristus Kepala dalam Surat Kolose, Surat Efesus terpusat pada menampilkan “rahasia agung:” yakni, rencana ilahi, yang terembunyi oleh Allah sejak segala abad dan dinyatakan hanya melalui Injil – yakni tentang penyelamatan seluruh umat manusia, Yahudi dan bukan Yahudi, melalui penggabungan mereka ke dalam Tubuh, yang Kepalanya adalah Kristus.[24]
Tanda-tanda dari teologi Tubuh Mistik dapat juga ditelusuri dalam bagian tambahan dari Surat Efesus.[25] Banyak ajaran Paulus bermaksud untuk memelihara kesatuan umat beriman dalam Kristus dan membiarkan anggota-anggota Tubuh bertumbuh dalam kepenuhan mereka: “tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”[26]
Paulus memohon kepada Allah untuk menerangi pikiran dan hati umat Efesus, sehingga mereka dapat mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi mereka, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi orang Kristen yang percaya untuk mencapai tujuan dari harapan mereka, yakni, kemuliaan sorga.
Kita telah menyaksikan contoh kuasa istimewa Allah yang walaupun tidak dapat diukur membuat kita yakin bahwa itu sungguh tak terbatas. Pengalaman ini ditemukan dalam kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.[27]
Sebagai kesimpulannya, Paulus menyatakan bahwa Allah “telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.”[28]
Pernyataan ini terbuka pada dua penafsiran. Pertama, kalimat itu bisa diartikan bahwa Gereja melengkapi Kristus sama seperti bagian-bagian dari tubuh melengkapi kepala. Jika kepala tidak bisa berbuat apa-apa tanpa tubuh, demikian juga Kristus tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Gereja; karya penyelamatan-Nya menjadi tidak lengkap, tidak efektif karena rahmat yang dimiliki-Nya tidak mungkin dikomunikasikan.
Kedua, kata-kata Paulus itu juga dapat berarti bahwa Kristus melengkapi Gereja dengan mengkomunikasikan kepada Gereja kekudusan-Nya dan semua karunia-Nya.
Kedua tafsiran ini tidak mengembangkan masalah kodrat hubungan penting antara Kepala dan Tubuh atau Kristus dengan Gereja.
Dalam Surat Efesus, Rasul Paulus mengisyaratkan tentang kuasa tertinggi yang Kristus kerjakan terhadap Gereja. Kristus adalah Kepala Gereja karena Dialah Penyelamatnya; kuasa tertinggi terletak pada tugas penyelamatannya.
Kiasan “Kristus Kepala Gereja” menunjukkan pertama-tama suatu kesatuan sempurna kodrati, yang dialami oleh kepala dan bagian-bagiannya. Allah mengunjungi kita melalui Inkarnasi: “Sabda menjadi daging.”[29] Putera Allah menjadi manusia, “lahir dari seorang perempuan;”[30] Dia mengambil kodrat manusia yang lemah dalam segala hal kecuali dosa.[31] “Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani,”[32] karena itu ia menjadi serupa dengan saudara-saudara-Nya, sehingga Dia dapat menjadi jembatan belaskasihan. Sebagai pendosa kita berada dibawah kemalangan. Tetapi Kristus telah mengambil kemalangan kita di atas bahu-Nya sambil melimpahkan berkat-berkat Allah atas kita.[33]
Sebagai Kepala, Kristus di atas Tubuh; dengan cara ini, Kristus di atas segalanya. Berdasarkan kodrat ilahi-Nya “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.”[34]
Karena kodrat manusiawi-Nya, Dia menghayati suatu keunggulan prioritas dalam waktu. Demikian juga, Dia adalah “Kepala Tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.”[35]
Dari keunggulan dan martabat ini mengalirlah suatu kuasa dan pemerintahan yang utama: “yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.”[36]
Kristus juga menjalankan suatu keunggulan dalam mutu dan kebaikan, karena “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia.”[37] Ungkapan ini kuat dan luas. Konteks dan sebuah bagian yang paralel dari surat Paulus[38] memperjelas rangkap tiga artinya: kepenuhan mutlak Kristus sebagai Allah; kepenuhan rahmat dan karunia yang dicapai kodrat manusiawi-Nya karena kesatuan-Nya dengan Pribadi Sabda; dan akhirnya, kepenuhan yang dimiliki-Nya sebagai Kepala, sumber segala kebaikan adikodrati untuk semua umat manusia.
Unsur terakhir dalam diskusi ini adalah peran aktif yang dimainkan Kepala dalam relasinya dengan bagian-bagian. “Dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”[39]
Ide dasarnya adalah bahwa Tubuh berhutang pertumbuhannya pada Kristus. Syarat pertumbuhan ada tiga: 1) kesatuan yang dekat diantara para anggota, yang digambarkan dengan tulang dan tulang sendi; 2) saling menolong dan melayani; dan 3) “keberfungsian” yang sempurna dari tiap-tiap anggota.
Ketiga hal ini saling terikat satu sama lain. Kesatuan diantara para anggota dimungkinkan dengan saling membantu, dan saling melayani akan lebih efektif jika tiap anggota berusaha untuk memenuhi dengan sempurna peranan dan fungsinya.
Seluruh keberfungsian tubuh dibawah pengaruh vital dari kepala. Kepala lah yang menjaga kesatuan dari bagian-bagian; mengarahkan mereka dalam fungsi organis mereka yang khas; mengatur pelayanan timbal balik diantara mereka; dan menyampaikan kepada tiap organ kualitas dan jumlah dari kegiatan yang diperlukan untuk itu.
Ada sedikit masalah jika perbandingan Paulus ini melampaui apa yang secara fisiologis dikatakan tentang peran kepala dalam tubuh manusia. Bagi Paulus, semua pertumbuhan dalam Gereja dan dalam kehidupannya, kekuatan, keserasian dan kesempurnaan secara mutlak berasal dari pengaruh yang menghidupkan dari Kepalanya, Kristus.
Paulus menekankan bahwa kasih adalah unsur pokok dalam pertumbuhan Gereja dan ikatan yang menyatukan anggota-anggota dan mengatur keseluruhan, sebab kasih membawa persatuan dengan Kristus dan membuat kita sepenuhnya taat kepada tindakan-Nya.
St. Agustinus berpendapat bahwa fungsi Kristus Kepala Gereja tidak terikat pada waktu dan tempat: “Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai keseluruhan, manusia sempurna, memiliki kepala dan tubuh. Kita mengenal Kepala dalam manusia, yang dilahirkan oleh Perawan Maria, menderita dan wafat dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, dimakamkan, bangkit dari mati, naik ke sorga dan sekarang duduk di sisi kanan Bapa, dan dari sana Ia akan datang mengadili yang hidup dan yang mati, yakni sebagai Kepala Gereja. Tubuh dari Kepala ini adalah Gereja, bukan hanya Gereja di tempat ini saja, tetapi di tempat ini dan yang juga tersebar di seluruh dunia; bukan hanya Gereja pada masa tertentu, tetapi disepanjang segala waktu, setiap orang, mulai dari Habel sampai kepada orang terakhir yang pernah dilahirkan dan yang percaya kepada Kristus. Dengan kata lain keseluruhan kumpulan para kudus yang menjadi milik satu-satunya kawanan, Tubuh Kristus, yang kepalnya adalah Kristus.[40]
[1] Kol 1:18.
[2] Lih. Kol 3:15; Ef 2:16; 4:4.
[3] Lih. Kol 1:24.
[4] Ef 5:30.
[5] Ef 4:25.
[6] Kol 1”7-8.
[7] Lih. Kol 4:12; Flm 23.
[8] Lih. Kol 1:8; 2:5.
[9] Kol 2:8.
[10] Lih. Kol 1:15-16.
[11] Lih. Kol 1:18.
[12] Lih. Kol 1:14, 20-22; 2:13-15.
[13] Lih. Kol 2:19.
[14] Lih. Kol 2:9.
[15] Lih. Kol 2:10.
[16] Lih. Yoh 1:16.
[17] Lih. 1 Kor 11:3; Ef 5:23.
[18] Kol 1:18.
[19] Lih. Kol 1:15-17,20.
[20] Lih. Kol 1:19.
[21] Kol 2:19.
[22] Lih. Kol 2:18.
[23] Lih. Ef 4:11-15.
[24] Lih. Ef 1:3-3:21.
[25] Lih. Ef 4:1-6:20.
[26] Ef 4:15-16.
[27] Lih. Ef 1:18-21.
[28] Ef 1:22-23.
[29] Yoh 1:14.
[30] Gal 4:4; lih. Rom 1:3; 8:3.
[31] Lih. Rom 8:3; 2 Kor 5:21.
[32] Ibr 2:16.
[33] Lih. Gal 3:13.
[34] Kol 1:15-17.
[35] Kol 1:18.
[36] Ef 1:20-23
[37] Kol 1:19.
[38] Kol 2:9.
[39] Ef 4:15-16.
[40] St. Agustinus, Expositions on Psalms, XC,2,1.
6. “Kristus Kepala Tubuh”[1]
Dalam surat kepada jemaat di Kolose dan juga di Efesus, Paulus sebagai tambahan untuk membaha lagi masalah yang disampaikan dalam surat kepada jemaat di Roma dan Korintus – secara khusus mengenai komunitas umat beriman yang membentuk “satu tubuh,”[2] bahwa “Jemaat adalah Tubuh Kristus”[3] dan bahwa umat Kristen adalah “anggota-anggota Kristus”[4] dan anggota-anggota satu bagi yang lain[5] - mengembangkan unsur lain dari kiasan tubuh manusia: Kristus, Kepala Jemaat.
Epafras, “kawan pelayan yang (Paulus) kasihi, yang bagi (jemaat) adalah pelayan Kristus yang setia”[6] dan seorang asli Kolose,[7] memulai dengan meyakinkan Paulus bahwa jemaat di Kolose pada dasarnya baik-baik saja.[8] Namun, dia juga menyampaikan bahwa ada beberapa pewarta yang membingungkan jemaat Kolose dengan pengajaran yang keliru, hampir sesat.
Paulus menyebut pengajaran mereka sebagai “filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia.”[9] Orang-orang Kolose suka memikirkan dunia malaikat-malaikat, yang disebut pléroma (“kepenuhan”), yang dilihat sebagai tingkatan perantara antara Allah yang tidak kelihatan dengan benda-benda kelihatan. Mereka juga suka membuat teori tentang hubungan pléroma ini dengan Kristus.
Untuk mengekang kecendrungan ini dalam pemikiran teologis dan, terutama untuk meluruskan beberapa pernyataan yang dapat membawa orang kepada kesesatan, Paulus menggunakan surat ini untuk menyampaikan beberapa dasar pengajarannya tentang Kristus.
Paulus menunjukkan bahwa Kristus adalah prinsip dan tujuan dari segala ciptaan,[10] kepala dari tubuh yang adalah Gereja,[11] satu-satunya pendamai antara umat manusia dengan Allah,[12] sebagai kepala tempat semua anggota dari Tubuh dapat berhubungan secara langsung.[13]
Secara khusus, Paulus menyatakan bahwa Kristus, karena Ia memiliki kepenuhan keilahian, adalah Kepala dari setiap Kerajaan dan Kekuasaan, yaitu, dari para Malaikat yang disebut diatas. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pengajar-pengajar palsu dari Kolose, yang menyatakan bahwa para malaikat adalah pengantara antara manusia dengan Allah, menyepelekan kepengantaraan Kristus yang satu-satunya.[14]
Karena umat Kristen di Kolose disatukan dengan Kristus, mereka ikut ambil bagian di dalam kepenuhan-Nya; mereka “penuh’ dengan-Nya.[15] Dalam Kristus, mereka memiliki semua berkat rohani dan semua kesempurnaan.[16] Maka seharusnya mereka tidak perlu lagi mencari sumber perwahyuan lain atau pengantara lain selain Kristus.
Mengenai gelar “kepala” (kephalé), kata ini seolah-olah hanya mengungkapkan martabat kekuasaan Kristus. Paulus menyatakan: “Dia dibangkitkan dalam kemuliaan dan kekuasaan diatas semua Kuasa dan Kerajaan.” Dalam hal ini, sebutan kepala tidak menunjuk kepada tubuh manusia dan kepada semua unsur kehidupan yang dibawanya. Istilah itu hanya mau menunjukkan kesamaan kata “diatas.” Gambaran ini mau menunjukkan kekuasaan Kristus yang mengatasi segala Kuasa dan Kerajaan. Hal yang sama juga tampak ketika Paulus menyatakan bahwa laki-laki adalah kepala isteri dan Allah adalah Kepala Kristus.[17]
Mungkin hal ini baik disadari ketika membaca pernyataan ini: “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.”[18] Dalam konteks ini juga ide yang utama adalah keunggulan Kristus,[19] alasan dari keunggulannya adalah karena “kepenuhan” ilahi yang tinggal dalam diri Kristus.[20]
Tentu saja keunggulan itu bukan satu-satunya arti dari kata “kepala” dalam Surat Kolose. Dalam penggunaannya arti kepala sebagai unsur kuasa dengan mudah bergeser ke arti kepala sebagai prinsip kehidupan dari seluruh tubuh. Kristus sebagai kepala dan sebagai prinsip kehidupan dari seluruh tubuh digunakan untuk menekankan seruan Paulus untuk berpegang teguh “kepada Kepala dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.”[21]
Paulus melihat kepala sebagai prinsip kesatuan yang melekat dan berkembang untuk keseluruhan tubuh dan untuk tiap-tiap bagiannya. Terpisah dari kepala, badan menjadi mati dan dengan segera membusuk.
Tulang dan sendi-sendi tulang menyatukan kepala dengan tubuh, demikian juga syaraf, otot-otot, urat daging dan tulang rawan. Karena kesatuan diantara mereka dengan Kristus dan Kepala dengan anggota-anggotanya adalah satu dan sama, demikian juga keterpisahan dari Kristus sama dengan menghukum diri sendiri kepada ketidakberdayaan dan kematian.
Dalam hal ini, orang-orang Kolose yang menjadi korban dari “kesombongan yang sia-sia,”[22] pergi mencari seorang pengantara dan tuan yang lain, meninggalkan Kristus sang Kepala, yang darinya semua anggota Tubuh menerima kahidupan dan kekuatan untuk mengikat tulang dan sendi-sendi tulang.
Paulus tidak secara jelas menjelaskan simbol “tulang dan sendi-sendi tulang” dalam Surat Kolose. Tetapi dalam Surat Efesus dia mengembangkan lebih lanjut perumpamaan ini, menyamakan mereka dengan saluran-saluran komunikasi ilahi – para rasul, nabi, penginjil, gembala dan pengajar.[23] Dalam hal ini, masuk akal juga untuk disimpulkan bahwa ungkapan “tulang dan sendi-sendi tulang” yang digunakan dalam Surat Kolose menunjuk pada berbagai karunia yang diberikan Allah untuk tiap pribadi.
Sejajar dengan pemakaian Paulus atas kiasan Kristus Kepala dalam Surat Kolose, Surat Efesus terpusat pada menampilkan “rahasia agung:” yakni, rencana ilahi, yang terembunyi oleh Allah sejak segala abad dan dinyatakan hanya melalui Injil – yakni tentang penyelamatan seluruh umat manusia, Yahudi dan bukan Yahudi, melalui penggabungan mereka ke dalam Tubuh, yang Kepalanya adalah Kristus.[24]
Tanda-tanda dari teologi Tubuh Mistik dapat juga ditelusuri dalam bagian tambahan dari Surat Efesus.[25] Banyak ajaran Paulus bermaksud untuk memelihara kesatuan umat beriman dalam Kristus dan membiarkan anggota-anggota Tubuh bertumbuh dalam kepenuhan mereka: “tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”[26]
Paulus memohon kepada Allah untuk menerangi pikiran dan hati umat Efesus, sehingga mereka dapat mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi mereka, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi orang Kristen yang percaya untuk mencapai tujuan dari harapan mereka, yakni, kemuliaan sorga.
Kita telah menyaksikan contoh kuasa istimewa Allah yang walaupun tidak dapat diukur membuat kita yakin bahwa itu sungguh tak terbatas. Pengalaman ini ditemukan dalam kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.[27]
Sebagai kesimpulannya, Paulus menyatakan bahwa Allah “telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.”[28]
Pernyataan ini terbuka pada dua penafsiran. Pertama, kalimat itu bisa diartikan bahwa Gereja melengkapi Kristus sama seperti bagian-bagian dari tubuh melengkapi kepala. Jika kepala tidak bisa berbuat apa-apa tanpa tubuh, demikian juga Kristus tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Gereja; karya penyelamatan-Nya menjadi tidak lengkap, tidak efektif karena rahmat yang dimiliki-Nya tidak mungkin dikomunikasikan.
Kedua, kata-kata Paulus itu juga dapat berarti bahwa Kristus melengkapi Gereja dengan mengkomunikasikan kepada Gereja kekudusan-Nya dan semua karunia-Nya.
Kedua tafsiran ini tidak mengembangkan masalah kodrat hubungan penting antara Kepala dan Tubuh atau Kristus dengan Gereja.
Dalam Surat Efesus, Rasul Paulus mengisyaratkan tentang kuasa tertinggi yang Kristus kerjakan terhadap Gereja. Kristus adalah Kepala Gereja karena Dialah Penyelamatnya; kuasa tertinggi terletak pada tugas penyelamatannya.
Kiasan “Kristus Kepala Gereja” menunjukkan pertama-tama suatu kesatuan sempurna kodrati, yang dialami oleh kepala dan bagian-bagiannya. Allah mengunjungi kita melalui Inkarnasi: “Sabda menjadi daging.”[29] Putera Allah menjadi manusia, “lahir dari seorang perempuan;”[30] Dia mengambil kodrat manusia yang lemah dalam segala hal kecuali dosa.[31] “Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani,”[32] karena itu ia menjadi serupa dengan saudara-saudara-Nya, sehingga Dia dapat menjadi jembatan belaskasihan. Sebagai pendosa kita berada dibawah kemalangan. Tetapi Kristus telah mengambil kemalangan kita di atas bahu-Nya sambil melimpahkan berkat-berkat Allah atas kita.[33]
Sebagai Kepala, Kristus di atas Tubuh; dengan cara ini, Kristus di atas segalanya. Berdasarkan kodrat ilahi-Nya “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.”[34]
Karena kodrat manusiawi-Nya, Dia menghayati suatu keunggulan prioritas dalam waktu. Demikian juga, Dia adalah “Kepala Tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.”[35]
Dari keunggulan dan martabat ini mengalirlah suatu kuasa dan pemerintahan yang utama: “yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.”[36]
Kristus juga menjalankan suatu keunggulan dalam mutu dan kebaikan, karena “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia.”[37] Ungkapan ini kuat dan luas. Konteks dan sebuah bagian yang paralel dari surat Paulus[38] memperjelas rangkap tiga artinya: kepenuhan mutlak Kristus sebagai Allah; kepenuhan rahmat dan karunia yang dicapai kodrat manusiawi-Nya karena kesatuan-Nya dengan Pribadi Sabda; dan akhirnya, kepenuhan yang dimiliki-Nya sebagai Kepala, sumber segala kebaikan adikodrati untuk semua umat manusia.
Unsur terakhir dalam diskusi ini adalah peran aktif yang dimainkan Kepala dalam relasinya dengan bagian-bagian. “Dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”[39]
Ide dasarnya adalah bahwa Tubuh berhutang pertumbuhannya pada Kristus. Syarat pertumbuhan ada tiga: 1) kesatuan yang dekat diantara para anggota, yang digambarkan dengan tulang dan tulang sendi; 2) saling menolong dan melayani; dan 3) “keberfungsian” yang sempurna dari tiap-tiap anggota.
Ketiga hal ini saling terikat satu sama lain. Kesatuan diantara para anggota dimungkinkan dengan saling membantu, dan saling melayani akan lebih efektif jika tiap anggota berusaha untuk memenuhi dengan sempurna peranan dan fungsinya.
Seluruh keberfungsian tubuh dibawah pengaruh vital dari kepala. Kepala lah yang menjaga kesatuan dari bagian-bagian; mengarahkan mereka dalam fungsi organis mereka yang khas; mengatur pelayanan timbal balik diantara mereka; dan menyampaikan kepada tiap organ kualitas dan jumlah dari kegiatan yang diperlukan untuk itu.
Ada sedikit masalah jika perbandingan Paulus ini melampaui apa yang secara fisiologis dikatakan tentang peran kepala dalam tubuh manusia. Bagi Paulus, semua pertumbuhan dalam Gereja dan dalam kehidupannya, kekuatan, keserasian dan kesempurnaan secara mutlak berasal dari pengaruh yang menghidupkan dari Kepalanya, Kristus.
Paulus menekankan bahwa kasih adalah unsur pokok dalam pertumbuhan Gereja dan ikatan yang menyatukan anggota-anggota dan mengatur keseluruhan, sebab kasih membawa persatuan dengan Kristus dan membuat kita sepenuhnya taat kepada tindakan-Nya.
St. Agustinus berpendapat bahwa fungsi Kristus Kepala Gereja tidak terikat pada waktu dan tempat: “Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai keseluruhan, manusia sempurna, memiliki kepala dan tubuh. Kita mengenal Kepala dalam manusia, yang dilahirkan oleh Perawan Maria, menderita dan wafat dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, dimakamkan, bangkit dari mati, naik ke sorga dan sekarang duduk di sisi kanan Bapa, dan dari sana Ia akan datang mengadili yang hidup dan yang mati, yakni sebagai Kepala Gereja. Tubuh dari Kepala ini adalah Gereja, bukan hanya Gereja di tempat ini saja, tetapi di tempat ini dan yang juga tersebar di seluruh dunia; bukan hanya Gereja pada masa tertentu, tetapi disepanjang segala waktu, setiap orang, mulai dari Habel sampai kepada orang terakhir yang pernah dilahirkan dan yang percaya kepada Kristus. Dengan kata lain keseluruhan kumpulan para kudus yang menjadi milik satu-satunya kawanan, Tubuh Kristus, yang kepalnya adalah Kristus.[40]
[1] Kol 1:18.
[2] Lih. Kol 3:15; Ef 2:16; 4:4.
[3] Lih. Kol 1:24.
[4] Ef 5:30.
[5] Ef 4:25.
[6] Kol 1”7-8.
[7] Lih. Kol 4:12; Flm 23.
[8] Lih. Kol 1:8; 2:5.
[9] Kol 2:8.
[10] Lih. Kol 1:15-16.
[11] Lih. Kol 1:18.
[12] Lih. Kol 1:14, 20-22; 2:13-15.
[13] Lih. Kol 2:19.
[14] Lih. Kol 2:9.
[15] Lih. Kol 2:10.
[16] Lih. Yoh 1:16.
[17] Lih. 1 Kor 11:3; Ef 5:23.
[18] Kol 1:18.
[19] Lih. Kol 1:15-17,20.
[20] Lih. Kol 1:19.
[21] Kol 2:19.
[22] Lih. Kol 2:18.
[23] Lih. Ef 4:11-15.
[24] Lih. Ef 1:3-3:21.
[25] Lih. Ef 4:1-6:20.
[26] Ef 4:15-16.
[27] Lih. Ef 1:18-21.
[28] Ef 1:22-23.
[29] Yoh 1:14.
[30] Gal 4:4; lih. Rom 1:3; 8:3.
[31] Lih. Rom 8:3; 2 Kor 5:21.
[32] Ibr 2:16.
[33] Lih. Gal 3:13.
[34] Kol 1:15-17.
[35] Kol 1:18.
[36] Ef 1:20-23
[37] Kol 1:19.
[38] Kol 2:9.
[39] Ef 4:15-16.
[40] St. Agustinus, Expositions on Psalms, XC,2,1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar