«Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing."
"Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (Kis 26:9-18)»
5. “Tubuhmu adalah Anggota Kristus”[1]
Korintus dikenal sebagai kota yang negatif dari segi moral.[2] Orang-orang Kristen di sana tidak saja menunjukkan sikap menerima saja hal-hal yang berkaitan dengan inces,[3] tetapi tampaknya juga beberapa diantara mereka menganggap bahwa zinah sebagai tindakan yang biasa-biasa saja secara moral. Dalam menulis surat kepada jemaat di Korintus, Paulus bermaksud menanamkan dalam diri mereka penolakan secara logis terhadap sifat buruk ini.
Paulus mencela anggapan orang-orang Korintus yang mengatakan, “semua halal,” untuk mengesahkan perbuatan zinah. Dia mengatakan: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.”[4] Dengan demikian, Paulus mencela kebebasan seksual sebab hal ini memasukkan orang ke dalam bahaya dan, jika diijinkan, memperbudak seseorang untuk mengulangi perbuatan-perbuatan dosa.
Jahatnya perbuatan zinah adalah karena dalam pembaptisan orang-orang Kristen telah disatukan dengan Tuhan sebagai milik-Nya. Perbuatan zinah pertama-tama tidak adil sebab “tubuh adalah milik Tuhan.”[5]
Disamping masalah ketidakadilan, Paulus menambahkan pandangan ide tentang pencemaran: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.”[6] Sebagai milik Allah kita tidak dirampas tetapi diperoleh “bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”[7] Sebab kita menjadi milik Allah melalui Pembaptisan, murid-murid Kristus adalah milik yang tidak terpisahkan.
Lebih lanjut, Paulus menunjukkan fakta kejahatan percabulan juga sebagai sacrilegi (dosa pencemaran terhadap barang kudus): “Tubuhmu adalah anggota-anggota Kristus.” Orang yang membiarkan dirinya jatuh dalam perbuatan dosa ini bertindak tidak lain tetapi “mengambil anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan.”[8] Dengan kata lain, pencemaran tubuh tidak terpisah dari anggota-anggotanya, tapi identik dengannya, para pembuat cabul tidak berbuat lain selain menjadikan Kristus sendiri seorang pelacur! Dosa ini begitu dibenci oleh Paulus sehingga ia dengan tegas mengatakan: “Sekali-kali tidak!”[9]
Atas dasar kenyataan bahwa “siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia,”[10] tindakan yang tak tahu malu dari percabulan membuat Tubuh – yang adalah satu dengan Kristus – bersatu dengan perempuan cabul, sebab Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa melalui tindakan persetubuhan “keduanya menjadi satu daging.”[11]
Kata-kata dari Kejadian ini, dikutip oleh Paulus, menunjuk kepada persatuan perkawinan yang ia uraikan dalam Surat kepada jemaat di Efesus.[12] Ketika percabulan dikaitkan dengan persatuan tubuh dari orang-orang di luar perkawinan, Paulus tetap berpendapat bahwa unsur-unsur fisiologisnya sama. Persatuan antara seorang laki-laki dan perempuan mengingatkan Paulus akan gambaran tentang kesatuan spiritual: “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.”[13] Kesatuan yang terjadi dalam tataran fisik secara langsung berkaitan dengan yang terjadi dalam tataran rohani antara semua orang Kristen dengan Kristus.
Dua kesatuan ini, bagaimanapun mereka saling bertentangan: yang satu dilakukan dengan tubuh dalam penyelewengan, yang merendahkan keseluruhan pribadi manusia sampai pada titik yang meniadakan roh; kedua, dilakukan secara rohani dengan Tuhan, mengubah dan mengangkat seluruh kepribadian ke tingkat yang lebih tinggi. Namun kedua peratuan ini ditandai oleh satu ciri kesatuan yang dekat dan akrab: “satu daging,” “satu roh.”[14]
[1] 1 Kor 6:15; bdk 12:27: “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.”
[2] Aristofanes (450-380 SM) menciptakan istilah Korinthiázesthai (= “mengkorintus” atau berlaku seperti penduduk Korontus, yakni “berzinah”) karena reputasi yang buruk dari kota itu; bdk. Eusthachius dari Tesalonika (1115-1194M), Commentary on the Iliad, II,570. Plato (427-347 SM) menggunakan ungkapan “seorang gadis Korintus” untuk menghaluskan kata “pelacur” (The Republic, 404D). Strabo (64SM-24M) menunjukkan, mungkin agak dibesar-besarkan, bahwa dalam kuil Aphrodite terdapat ribuan pelacur dan bahwa praktek tersebut menjadi sumber penghasilan bagi kota (Geography, VIII,6,20).
[3] Lih. 1 Kor 5:1-2.
[4] 1 Kor 6:12.
[5] 1 Kor 12:13.
[6] Lih. 1 Kor 6:19-20.
[7] 1 Ptr 1:18-19.
[8] 1 Kor 6:15.
[9] 1 Kor 6:15.
[10] 1 Kor 6:16.
[11] Kej 2:24.
[12] Lih. Ef 5:31.
[13] 1 Kor 6:17.
[14] Ungkapan “satu roh” sesunguhnya mengherankan, sebab menurut konteksnya seharusnya “satu tubuh.” Namun Paulus dengan menggunakan kata-kata ini dalam diskusinya mengenai perselingkuhan, menganggap baik untuk menerapkannya kepada persatuan yang lebih luhur antara orang beriman dengan Kristus. Pada saat yang sama, ia ingin memperlihatkan perbedaan yang mendasar antara kedua kesatuan itu: satu milik tataran alamiah dari daging, sedangkan yang lain milik tatanan ilahi dari Roh yang, menurut Paulus, kesatuan dengan Kristus yang membentuk sebuah “tubuh rohani” (lih. 1 Kor 15:44)
"Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (Kis 26:9-18)»
5. “Tubuhmu adalah Anggota Kristus”[1]
Korintus dikenal sebagai kota yang negatif dari segi moral.[2] Orang-orang Kristen di sana tidak saja menunjukkan sikap menerima saja hal-hal yang berkaitan dengan inces,[3] tetapi tampaknya juga beberapa diantara mereka menganggap bahwa zinah sebagai tindakan yang biasa-biasa saja secara moral. Dalam menulis surat kepada jemaat di Korintus, Paulus bermaksud menanamkan dalam diri mereka penolakan secara logis terhadap sifat buruk ini.
Paulus mencela anggapan orang-orang Korintus yang mengatakan, “semua halal,” untuk mengesahkan perbuatan zinah. Dia mengatakan: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.”[4] Dengan demikian, Paulus mencela kebebasan seksual sebab hal ini memasukkan orang ke dalam bahaya dan, jika diijinkan, memperbudak seseorang untuk mengulangi perbuatan-perbuatan dosa.
Jahatnya perbuatan zinah adalah karena dalam pembaptisan orang-orang Kristen telah disatukan dengan Tuhan sebagai milik-Nya. Perbuatan zinah pertama-tama tidak adil sebab “tubuh adalah milik Tuhan.”[5]
Disamping masalah ketidakadilan, Paulus menambahkan pandangan ide tentang pencemaran: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.”[6] Sebagai milik Allah kita tidak dirampas tetapi diperoleh “bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”[7] Sebab kita menjadi milik Allah melalui Pembaptisan, murid-murid Kristus adalah milik yang tidak terpisahkan.
Lebih lanjut, Paulus menunjukkan fakta kejahatan percabulan juga sebagai sacrilegi (dosa pencemaran terhadap barang kudus): “Tubuhmu adalah anggota-anggota Kristus.” Orang yang membiarkan dirinya jatuh dalam perbuatan dosa ini bertindak tidak lain tetapi “mengambil anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan.”[8] Dengan kata lain, pencemaran tubuh tidak terpisah dari anggota-anggotanya, tapi identik dengannya, para pembuat cabul tidak berbuat lain selain menjadikan Kristus sendiri seorang pelacur! Dosa ini begitu dibenci oleh Paulus sehingga ia dengan tegas mengatakan: “Sekali-kali tidak!”[9]
Atas dasar kenyataan bahwa “siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia,”[10] tindakan yang tak tahu malu dari percabulan membuat Tubuh – yang adalah satu dengan Kristus – bersatu dengan perempuan cabul, sebab Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa melalui tindakan persetubuhan “keduanya menjadi satu daging.”[11]
Kata-kata dari Kejadian ini, dikutip oleh Paulus, menunjuk kepada persatuan perkawinan yang ia uraikan dalam Surat kepada jemaat di Efesus.[12] Ketika percabulan dikaitkan dengan persatuan tubuh dari orang-orang di luar perkawinan, Paulus tetap berpendapat bahwa unsur-unsur fisiologisnya sama. Persatuan antara seorang laki-laki dan perempuan mengingatkan Paulus akan gambaran tentang kesatuan spiritual: “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.”[13] Kesatuan yang terjadi dalam tataran fisik secara langsung berkaitan dengan yang terjadi dalam tataran rohani antara semua orang Kristen dengan Kristus.
Dua kesatuan ini, bagaimanapun mereka saling bertentangan: yang satu dilakukan dengan tubuh dalam penyelewengan, yang merendahkan keseluruhan pribadi manusia sampai pada titik yang meniadakan roh; kedua, dilakukan secara rohani dengan Tuhan, mengubah dan mengangkat seluruh kepribadian ke tingkat yang lebih tinggi. Namun kedua peratuan ini ditandai oleh satu ciri kesatuan yang dekat dan akrab: “satu daging,” “satu roh.”[14]
[1] 1 Kor 6:15; bdk 12:27: “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.”
[2] Aristofanes (450-380 SM) menciptakan istilah Korinthiázesthai (= “mengkorintus” atau berlaku seperti penduduk Korontus, yakni “berzinah”) karena reputasi yang buruk dari kota itu; bdk. Eusthachius dari Tesalonika (1115-1194M), Commentary on the Iliad, II,570. Plato (427-347 SM) menggunakan ungkapan “seorang gadis Korintus” untuk menghaluskan kata “pelacur” (The Republic, 404D). Strabo (64SM-24M) menunjukkan, mungkin agak dibesar-besarkan, bahwa dalam kuil Aphrodite terdapat ribuan pelacur dan bahwa praktek tersebut menjadi sumber penghasilan bagi kota (Geography, VIII,6,20).
[3] Lih. 1 Kor 5:1-2.
[4] 1 Kor 6:12.
[5] 1 Kor 12:13.
[6] Lih. 1 Kor 6:19-20.
[7] 1 Ptr 1:18-19.
[8] 1 Kor 6:15.
[9] 1 Kor 6:15.
[10] 1 Kor 6:16.
[11] Kej 2:24.
[12] Lih. Ef 5:31.
[13] 1 Kor 6:17.
[14] Ungkapan “satu roh” sesunguhnya mengherankan, sebab menurut konteksnya seharusnya “satu tubuh.” Namun Paulus dengan menggunakan kata-kata ini dalam diskusinya mengenai perselingkuhan, menganggap baik untuk menerapkannya kepada persatuan yang lebih luhur antara orang beriman dengan Kristus. Pada saat yang sama, ia ingin memperlihatkan perbedaan yang mendasar antara kedua kesatuan itu: satu milik tataran alamiah dari daging, sedangkan yang lain milik tatanan ilahi dari Roh yang, menurut Paulus, kesatuan dengan Kristus yang membentuk sebuah “tubuh rohani” (lih. 1 Kor 15:44)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar